Psikolog Untag Surabaya Soroti KBM Luring Pasca Pandemi

Pemerintah Indonesia menargetkan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar secara tatap muka mulai Juli mendatang. Pro dan kontra banyak bergulir di media massa dan media sosial. Di satu sisi KBM luring dianggap banyak berdampak negatif dan di sisi lain masalah kesehatan menjadi perhatian pada KBM tatap muka. Menanggapi hal tersebut, Dosen Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya-Dr. Andik Matulessy, M.Si., Psikolog. setuju bahwa KBM daring justru membawa dampak negatif, “Orang bisa stres dan mengalami Zoom-fatique. Hasil riset saya menemukan siswa mengalami kecemasan pembelajaran daring. Tidak hanya siswa, guru dan dosen juga bosen.”

“Pembelajaran daring itu sebenarnya tidak memberikan output dan outcome kompetensi yang lebih baik daripada luring/tatap muka. Sistem pembelajaran dan kurikulum kita kan masih paten bahwa guru dan dosen lebih siap dengan KBM secara luring,” lanjut Andik saat diwawancarai di Kantor Pusat Layanan Psikologi pada Kamis, (9/6). Pasca pandemi, kata Andik, transisi KBM dari luring ke tatap muka memerlukan adaptasi baik pendidik maupun peserta didik, “Kalau mahasiswa dan siswa remaja sudah cukup mengerti, walau ada kecemasan. Yang paling sulit anak PAUD, TK dan kelompok bermain karena belum paham penularan COVID-19 dan masih interdependensi orang tua.”

KBM secara tatap muka merupakan tantangan tersendiri dan memerlukan kesiapan semua aspek. “Wilayah harus benar-benar siap. Tidak boleh ada wilayah merah, oranye, kuning dsb. Artinya harus sudah zona hijau semua,” kata Andik. Dia juga memaparkan, “Seluruh sistem yang ada di sekolah harus siap. Guru sudah divaksin agar tidak menularknan. Sarana prasana dan prosedur serta protokol kesehatan juga harus siap.” Tak hanya sarana dan prasarana, Andik menambahkan perlunya sosialisasi pada orang tua, “Harus ada proses sosialisasi virtual pada orang tua, ditampilkan semua sarana dan prasarana pasca pandemi. Mereka harus diyakinkan bahwa sekoah sudah siap. Proses pemberian informasi ini penting, karena bom informasi negarif lebih banyak.”

Lebih lanjut dosen yang menjabat Kepala Pusat Layanan Psikologi Untag Surabaya  ini juga menekankan pentingnya kesiapan orang tua dan siswa/mahasiswa. “Kecemasan orang tua masih jadi kendala, karena berita negatif tentang COVID-19 lebih mendominasi dibanding berita positif. Misalnya berita sembuh tenggelam daripada jumlah yang sakit dan terpapar.” Oleh karena itu kesiapan psikologis orang tua, lanjut Andik, sangat diperlukan, “Orang tua harus mampu mengenyampingkan kecemasan mereka dan justru mengajarkan kepada anak-anaknya terkait protokol kesehatan. Anak kecil kalau tidak diberi tahu sulit menghindari kontak fisik bahkan tukeran masker karena lucu.”

Dengan tantangan yang dihadapi dan perlunya adaptasi tersebut, Andik menyarankan KBM diadakan secara hybrid, “Artinya tidak langsung luring secara penuh, tapi berproses. Jadi sebagian luring dan sebagian daring.” Di samping itu, dia menyebutkan bahwa kesiapan menuju KBM luring dapat dicapai dengan kesamaan persepsi akan protokol kesehatan, “Dengan sosialisasi pada orang tua, maka ada kesepakatan tentang prosedur pembelajaran tatap muka. Apalagi vaksin anak belum anak, sekolah harus bertanggung jawab ketika siswa pulang sekolah dan berinteraksi dengan luar. Situasi harus mendukung prokes.” (um)