logo-untag-surabaya

Developed By Direktorat Sistem Informasi YPTA 1945 Surabaya

logo-untag-surabaya
logo-untag-surabaya

Detail Berita

Generasi Pemuda Surabaya Ajak Anak Muda Tolak Lupa Tragedi 98

Gerakan Pemuda Surabaya (GEPAS) menggelar forum diskusi dengan tema ‘Tragedi 98 Wujud Nyata Masa Kelam’ di Gedung Pusat Yayasan dan Rektorat lantai enam Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya dengan menghadirkan tiga narasumber hebat, seperti Pengamat Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) – Prof. (Ris) Hermawan Sulistyo, M.A., Ph.D., APU., Eks Aktivis Tahun 1998 – Anom Astika dan Jurnalis Foto Senior - Ahmad Subecki juga turut hadir secara virtual, ketiganya merupakan saksi hidup dan pelaku sejarah di periode menjelang sampai pasca peristiwa reformasi 1998 melawan rezim orde baru, (31/8).

Acara yang dimoderatori oleh Aryo Seno Bagaskoro yang juga merupakan sebagai pendiri Aliansi Pelajar Surabaya ini dibuka oleh Ketua DPRD Kota Surabaya – Dominikus Adi Sutarwijono, S.I.P. Pada kesempatan ini, Adi menyampaikan bahwa Indonesia harus dipimpin oleh figur yang bijaksana dan tidak memiliki rekam jejak pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). “Kita ingin Indonesia dipimpin oleh figur yang tidak memiliki rekam jejak pelanggaran HAM atau kekerasan terhadap rakyat. Karena kita harus menjaga citra demokrasi yang sudah kita nikmati bersama,” ungkapnya.

Ketua Gerakan Pemuda Surabaya – Mirza Akmal mengaku kegiatan ini bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran sejarah dikalangan generasi muda. “Dengan kenangan masa lalu Indonesia yang masih penuh perjuangan, kami ingin mengantarkan pemuda Indonesia memiliki pola pikir yang tepat dan jelas untuk memilih seorang pemimpin negaranya,” ujarnya.

Sementara itu, Prof. Hermawan atau yang akrab disapa Prof. Kikiek juga menceritakan seluk beluk dibalik tragedi kerusuhan Mei 1998. Mulai dari tragedi Trisakti, tragedi Semanggi satu dan dua, hingga hilangnya para aktivis yang hingga kini masih belum ditemukan. “Saat ini kita tahu bagaimana sejarah peristiwa yang terjadi pada saat itu. Sehingga perlu berhati-hati dalam memilih pemimpin, lihat track record-nya, pastikan bersih dari segala pelanggaran dan pantas untuk maju sebagai calon pejabat publik,” tegas Prof. Kikiek.

Sejalan dengan hal tersebut, Anom Astika mengusulkan regulasi mengenai syarat calon pemimpin yakni salah satunya melarang adanya pemimpin yang memilki keterikatan dengan kasus pelanggaran HAM. “Aturan mengenai pencalonan pemimpin harus diperjelas, jangan beri kesempatan bagi figur-figur yang memiliki kaitan dengan pelanggaran HAM dan kekerasan pada masa lalu,” pungkas Anom yang pernah menjadi korban rezim orde baru.

Acara ditutup dengan pembacaan puisi, menyalakan lilin, dan pembacaan doa bersama untuk para korban tragedi 98 yang diikuti secara khidmat oleh seluruh peserta, tamu undangan, dan narasumber. (vs/oy/rz)



PDF WORD PPT TXT